Satu Kata Tolak Taman Nasional Pegunungan Meratus!

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Ratusan massa dari masyarakat adat Dayak Meratus se-Kalimantan Selatan tumpah ruah di kawasan perkantoran Gubernur Kalsel, Jumat (15/8/2025) siang.
Kedatangan mereka bersama sejumlah organisasi, komunitas, dan mahasiswa satu tuntutan yakni menolak usulan pembentukan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
Secara bergiliran, satu persatu perwakilan masyarakat adat dari tiap daerah Kalsel berorasi menegaskan sikap mereka untuk menolak kebijakan Taman Nasional.
Koordinator Aksi, Kopral menjelaskan, pihaknya mendesak Gubernur Kalsel, H Muhidin untuk melindungi hak masyarakat adat Meratus yang terancam eksistensinya gara-gara usulan penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
Baca juga: Sekda Adi Lesmana Apresiasi Keberhasilan Polres HSU Berantas Narkoba
“Saya yakin model konservasi yang tepat di Pegunungan Meratus adalah modal tradisional yang selama ini digunakan masyarakat adat Meratus berdasarkan pengetahuan dan hukum adat yang mereka miliki,” kata Kopral.
Adapun tuntutan yang dilayangkan kepada Gubernur Kalsel antara lain:
- Menarik kembali usulan penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di Kalsel
- Meminta Kementerian Kehutanan untuk menghentikan seluruh proses penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di Kalsel
- Mengimplementasikan Perda Provinsi Kalsel Nomor 2 Tahun 2023 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat
Selain itu, massa juga memberikan tuntutan kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR RI diantaranya:
- Mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat dalam Masa Sidang Tahun 2025
- Melakukan revisi total Undang-Undang Kehutanan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI
- Mencabut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Mari bersama selamatkan Masyarakat Adat dan Meratus sebab Ia adalah rumah dan masa depan kita. Mari kawal komitmen ini sampai terwujud,” jelas Kopral.
Baca juga: Polres HSU Musnahkan Narkotika, Ungkap Kasus Tiga Bulan Libatkan 26 Tersangka
Gubernur Kalsel Temui Demonstran

Gubernur Kalsel, H Muhidin menghadapi para pengunjuk rasa tolak pembentukan Taman Nasional Pegunungan Meratus, Jum’at (15/8/2025) siang. Foto: fahmi
Setelah menunggu, akhirnya Gubernur Kalsel, H Muhidin dengan setelan jas biru dan kopiah hitam didampingi Wakil Gubernur Kalsel Hasnuryadi Sulaiman, Danrem Kalsel, Ilham Yunus, serta Kapolda Kalsel, Irjen Rosyanto Yudha Hermawan menemui para demonstran.
Pertama-tama, H Muhidin meminta maaf atas keterlambatannya menjumpai massa lantaran pihaknya menghadiri pelantikan Paskibraka Provinsi Kalsel yang bertugas saat upacara kemerdekaan 17 Agustus.
Dia memaparkan terkait konsep Taman Nasional Pegunungan Meratus yang telah diusulkan 11 Oktober 2024. Alasannya karena Kalsel adalah satu dari empat provinsi yang belum memiliki Taman Nasional.
Baca juga: Senam Massal Meriahkan HUT Ke-80 RI di Kapuas Murung, Ini Harapan Wabup Kapuas
“Yang belum itu Kalsel, Kepulauan Riau, Papua Barat Daya, dan Papua, jadi ada empat lagi belum. Yang lainnya semua ada Taman Nasional,” ucap Muhidin di tengah demonstran.
Adapun wilayah Kalsel yang masuk dalam rencana pembentukan Taman Nasional Pegunungan Meratus ini mencakup lima kabupaten yakni Balangan, Hulu Sungai Timur, Hulu Sungai Selatan, Banjar, dan Kotabaru.
Pihaknya menilai, kawasan Pegunungan Meratus kaya akan sumber daya alam contohnya mineral, nikel, biji pangan, batu bara, batu kapur, batu besi, aluminium, dan plutonium. Kondisi tersebut menyebabkan tempat ini diincar penguasa tambang.
“Kalau Pegunungan Meratus ini tetap jadi hutan lindung, maka berpotensi diturunkan menjadi hutan produksi yang artinya bisa ditambang orang,” ungkap Muhidin.
Taman Nasional menurut Gubernur Kalsel menjadi solusi ampuh untuk menghindari konsesi tambang di area Pegunungan Meratus, sebab jika kebijakan ini terealisasi maka segala bentuk aktivitas pertambangan dilarang.
Baca juga: RSD Idaman Banjarbaru Resmikan Mobil Unit Transfusi Darah
“Inilah gunanya Taman Nasional karena di sana tidak boleh diotak-atik untuk diturunkan menjadi hutan produksi termasuk pertambangan,” sambung Muhidin.
Gubernur Kalsel turut menjamin Masyarakat Adat tidak akan terusir akibat Taman Nasional ini. Bila berkaca pada Bukit 12 Jambi yang dihuni 67% Suku Anak Dalam dimana pemerintah membantu mereka dan tidak melarang aktivitas seperti berkebun dan lain-lain.
“Bukan kita menyingkirkan ibu-ibu bapak-bapak masyarakat adat di situ, malah dipelihara dan diberikan umpamanya menanam jagung nanti ada dari pemerintah pusat dan provinsi,” bebernya.
Kendati demikian, para demonstran tetap mempertahankan argumen menolak Taman Nasional Pegunungan Meratus. Lantaran masyarakat adat bisa menjaga hutan sendiri, tanpa diiming-imingi bantuan dari pemerintah.
Mereka juga skeptis terhadap pernyataan Gubernur Kalsel mengingat nasib buruk Taman Nasional lainnya. Semisal Taman Nasional Komodo yang disusupi aktivitas pertambangan. Tidak ada yang menjamin pula masyarakat adat bisa lebih sejahtera dengan adanya kebijakan ini.
Baca juga: 33 Anggota Paskibraka Banjar Dikukuhkan
Untuk itu, massa mendesak Gubernur Kalsel agar menerima tuntutannya dan menandatangani surat bukti komitmen mencabut rencana Pembentukan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
Sayangnya, Gubernur Kalsel H Muhidin memilih pergi dan enggan menandatangani surat pernyataan penolahan, dan permemintaan audiensi lanjutan dengan perwakilan ketua adat di masing-masing daerah tidak dilayani.
Aksi Damai Berubah Ricuh

Masyarakat adat unjuk rasa di halaman kantor Gubernur Kalsel menolak pembentukan Taman Nasional Pegunungan Meratus, Jum’at (15/8/2025). Foto: fahmi
Sikap yang diambil Gubernur Kalsel memancing emosi massa sehingga mereka merapatkan barisan untuk merengsek masuk ke dalam Kantor Gubernur Kalsel secara paksa.
Baca juga: Linda Juara Pertama PUPR Idol 3 Kalimantan Selatan
Alhasil, kondisi sempat ricuh ketika massa dihadang aparat keamanan, sehingga aksi dorong-dorongan pun tidak terelakkan.
Setelah itu, massa diinstruksikan meredam emosi karena tidak ada hasilnya jika diteruskan. Mereka pun setia menunggu sampai bertemu kembali dengan Gubernur Kalsel.
Perundingan pun dilakukan dengan aparat untuk kembali dipertemukan dengan pemimpin daerahnya. Sempat ada tawaran perihal audiensi di kantor Gubernur, namun yang masuk hanyalah perwakilan para ketua adat saja.
Hal ini pun ditentang oleh massa karena bagi mereka tidak ada namanya perwakilan dan mereka datang jauh-jauh bersama maka apabila satu masuk otomatis harus masuk semua.
Sampai pada akhirnya, disepakati audiensi massa bersama Gubernur Kalsel kembali dilakukan di tempat aksi berlangsung.
Baca juga: Dibekuk Saat Mabuk, Dua Lelaki Curi Sepeda Motor di Cempaka
Audiensi Melahirkan Sebuah Kesepakatan
Gubernur Kalsel, Muhidin kembali menemui demonstran untuk kedua kalinya guna beraudiensi mencari solusi bersama terkait pembentukan Taman Nasional Pegunungan Meratus.
Kali ini, massa terlihat duduk sembari bertukar pikiran dengan Gubernur Kalsel. Perwakilan yang berbicara adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel, serta ketua adat.
Walhi Kalsel menegaskan, pihaknya telah mengkaji rencana pembentukan Taman Nasional Pegunungan Meratus. Kawasan yang masuk di rencana Taman Nasional tersebut masuk dalam wilayah Masyarakat Adat yang ditakutkan mengganggu aktivitas mereka.
“Kalau mereka tidak bisa berladang karena area tersebut masuk zona inti Taman Nasional sedangkan mereka melaksanakan tradisi aruh dari hasil ladang,” terangnya.
Baca juga: Harjad Ke-75 Kalsel “Bagawi Tuntung, Banua Bauntung, Masyarakat Himung”
Untuk itu, alih-alih membuat Taman Nasional, lebih baik percayakan masyrakat adat dalam mengelola hutannya lantaran mereka sudah ada jauh sebelum negeri ini ada.
“Selama ini hutan terawat baik oleh mereka, justru yang merusak itu karena investasi-investasi yang dikeluarkan tanpa sepengetahuan Masyarakat Adat,” tukasnya.
Alasan lain mengapa aliran penolakan Taman Nasional Pegunungan Meratus ini begitu besar karena wilayah Kalsel pada dasarnya memang tidak cocok.
“Dari konsep Taman Nasional sudah diatur dalam perundang-undangan itu tidak cocok dengan Masyarakat Adat, jika alasan konservasi lebih baik diserahkan ke mereka yang terbukti sejauh ini,” tambahnya.
Salah satu ketua adat menuturkan, kekhawatiran terbesar mereka soal Taman Nasional ini adalah kehilangan tempat tinggal mereka. Dirinya meminta Pemprov Kalsel agar mempercayakan pihaknya mengelola hutan berdasarkan hukum dan kearifan lokal.
Baca juga: PBB Dinaikkan, ‘Solusi’ Pemerintah Daerah Akibat Efisiensi APBN
“Kami sangat yakin apabila merusak hutan sama saja merusak ibu dan bapak kami, hutan dan tanah itu adalah bagian dari kehidupan kami,” ujarnya.
Selain itu, Taman Nasional juga ditakutkan menghilangkan budaya masyarakat adat seperti berkebun dan itu sama saja merusak kepercayaan mereka sehingga dikhawatirkan datangnya suatu bencana.
Belum lagi mengurus segala macam perizinannya jika memasuki wilayah Taman Nasional yang dirasa akan sangat menyulitkan masyarakat adat.
“Kami sangat mohon kepada bapak, yakinlah pada kami untuk merawat dan menjaga hutan Meratus ini,” tandasnya.
Mendengar hal tersebut, Gubernur Kalsel, H Muhidin menawarkan opsi untuk mengajak perwakilan masyarakat adat di beberapa kabupaten serta organisasi terkait untuk terbang ke Jakarta menghadap Kementerian Kehutanan RI guna mendiskusikan persoalan ini.
“Misalnya kalau memang menyengsarakan masyarakat adat kata Menteri Kehutanan tidak boleh, maka langsung kita cabut, tapi kalau ternyata ini untuk kebaikan kenapa tidak diteruskan,” ucap Muhidin.
Baca juga: Meriahkan HUT Ke-80 RI, Pemkab HSU Gelar Lomba Gerak Jalan Antar SKPD
Rombongan massa menyetujui tawaran gubernur tersebut, karena mereka akan sekaligus meminta Kementerian Kehutanan RI untuk menghentikan wacana Taman Nasional dan Pemprov Kalsel hanya bisa mengusulkan karena yang menetapkan adalah pemerintah pusat.
Ketua AMAN Kalsel, Rubi mengutarakan, Kepala Dinas Kehutanan saat aksi tadi menyampaikan akan ada undangan baik itu perwakilan masyarakat adat maupun organisasi sipil sebagai tindak lanjut dari perkataan Gubernur Kalsel.
“Di waktu dekat mungkin satu dua hari ini akan bersurat akan mengundang masyarakat adat dan organisasi sipil berbicara tentang itu, maka kami akan menunggu kabar itu,” imbuh Rubi.
Disinggung kepuasan atas jawaban Gubernur Kalsel, Rubi menilai persentasenya baru 50% berhubung ini adalah aksi pertama dan mereka hanya ingin implementasi konkret dari Pemprov Kalsel bukan sekadar omongan belaka.
“Yang kami tunggu adalah implementasi dari itu tidak hanya bicara-bicara saja, Masyarakat Adat dari berbagai daerah nanti akan menyampaikan aspirasinya jadi kami tunggu hasilnya,” tutupnya. (Kanalkalimantan.com/fahmi)
Reorter: fahmi
Editor: kk
Artikel Satu Kata Tolak Taman Nasional Pegunungan Meratus! pertama kali tampil pada Kanal Kalimantan.
Komentar
Posting Komentar